Menjelajahi 14 Desa Wisata di Indonesia Catatkan Rekor MURI 2023, Ada Wisata Esktrem Diving Bareng Hiu Paus
--
Menjelajahi 14 Desa Wisata di Indonesia Catatkan Rekor MURI 2023, Ada Wisata Esktrem Diving Bareng Hiu Paus
RAKYAT BENTENG.COM - Sebanyak 14 Desa Wisata peserta Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023 meraih penghargaan Museum Rekor Dunia-Indonesia (MURI) berkat daya tarik juga keunikan dan potensi yang dimiliki.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Baparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno di ajang Malam ADWI 2023 di Sasono Utomo Taman Mini Indonesia Indah (TMII), pada Agustus lalu mengapresiasi dukungan dari MURI yang telah menetapkan penghargaan bagi desa-desa wisata di Indonesia.
Di tahun 2023 ini Kemenparekraf mencatat ada 4,674 desa wisata di Indonesia. Jumlah tersebut bertambah 36,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya, yang hanya ada 3.419 desa wisata.
Penilaian desa wisata sendiri terkait digital dan kreatif dalam hal pemanfaatan digitalisasi promosi desa wisata. Kemudian juga, terkait kelembagaan desa wisata dan sertifikasi cleanliness, health, safety, and environment sustainability (CHSE) berstandar nasional.
Lantas desa mana saja yang mendapatkan penghargaan dari MURI, berikut profil singkatnya dilansir dari situs resmi Jadesta Kemenparekraf, jadesta.kemenparekraf.go.id:
1. Desa Wisata Pulau Penyengat - Desa Wisata yang Memiliki Manuskrip Terbanyak
Pulau Penyengat atau Pulau Penyengat Inderasakti dalam sebutan sumber-sumber sejarah, adalah sebuah pulau kecil yang berjarak kurang lebih 2 km dari Kota Tanjungpinang, pusat pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau. Pulau ini berukuran panjang 2.000 meter dan lebar 850 meter, berjarak lebih kurang 35 km dari Pulau Batam. Pulau ini dapat ditempuh dari Tanjungpinang dengan menggunakan perahu bermotor atau lebih dikenal pompong yang memerlukan waktu tempuh kurang lebih 15 menit.
Pulau Penyengat merupakan salah satu obyek wisata di Kepulauan Riau. Di pulau ini terdapat berbagai peninggalan bersejarah yang diantaranya adalah Masjid Raya Sultan Riau yang terbuat dari putih telur, makam-makam para raja, makam dari pahlawan nasional Raja Ali Haji, kompleks Istana Kantor dan benteng pertahanan di Bukit Kursi.
Sejak tanggal 19 Oktober 1995, Pulau penyengat dan kompleks istana di Pulau Penyengat telah dicalonkan ke UNESCO untuk dijadikan salah satu Situs Warisan Dunia.
Menurut cerita, pulau mungil di muara Sungai Riau, Pulau Bintan ini sudah lama dikenal oleh para pelaut sejak berabad-abad yang lalu karena menjadi tempat persinggahan untuk mengambil air tawar yang cukup banyak tersedia di pulau ini. Belum terdapat catatan tertulis tentang asal mula nama pulau ini. Namun, dari cerita rakyat setempat, nama ini berasal dari nama hewan sebangsa serangga yang mempunyai sengat.
Menurut cerita tersebut, ada para pelaut yang melanggar pantang ketika mengambil air, maka mereka diserang oleh ratusan serangga berbisa. Binatang ini yang kemudian dipanggil Penyengat dan pulau tersebut dipanggil dengan Pulau Penyengat. Sementara orang-orang Belanda menyebut pulau tersebut dengan nama Pulau Mars.
Tatkala pusat pemerintahan Kerajaan Riau bertempat di pulau itu ditambah menjadi Pulau Penyengat Inderasakti. Pada 1803, Pulau Penyengat telah dibangun dari sebuah pusat pertahanan menjadi tempat kediaman Yang Dipertuan Muda Kerajaan Riau-Lingga sementara Sultan berkediaman resmi di Daik-Lingga. Pada tahun1900, Sultan Riau-Lingga pindah ke Pulau Penyengat. Sejak itu lengkaplah peran Pulau Penyengat sebagai pusat pemerintahan, adat istiadat, agama Islam dan kebudayaan Melayu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: