Pria Asal Solo Ini Jadi Manusia Tercepat di Asia Tenggara, Berikut Kisahnya

Pria Asal Solo Ini Jadi Manusia Tercepat di Asia Tenggara, Berikut Kisahnya

Suryo Agung Wibowo--

RAKYAT BENTENG.COM - Tak terbayangkan sebelumnya oleh Suryo Agung Wibowo menjadi sprinter atau atlet lari jarak pendek. Sewaktu remaja, pria kelahiran Solo, 8 Oktober 1983 ini lebih suka bermain sepak bola layaknya anak-anak muda di masa itu. Namun kegagalannya dalam seleksi pemain bola profesional justru membawanya menjadi awal prestasinya di lintasan lari, yang menjadikannya manusia tercepat di Asia Tenggara.

"Sebenarnya tidak ada cita-cita jadi pelari. Cita-citanya seperti kebanyakan anak-anak di Indonesia, pemain bola," kenang Suryo di sela-sela mengikuti Senam Jumat Krida Kemenpora dilanair dari situs resmi Kemenpora.go.id. 

Sejak kecil, persisnya sewaktu duduk di bangku SMP Suryo sudah menunjukkan minatnya dalam dunia sepak bola. Terbukti ia sempat bergabung di dalam klub. Kala itu belum ada Sekolah Sepak Bola (SSB). 

"Kelas dua SMP saja saya sudah tarkaman. Sudah dipilih orang untuk memperkuat kampungnya atau desanya di setiap turnamen tarkaman," kisah Suryo.

Keseruan Suryo bermain bola terus berlanjut di bangku putih abu-abu. Hingga di kelas dua SMA, dia mulai mengenal olahraga atletik lewat nomor lompat tinggi. Suryo lantas dipilih untuk mengikuti lomba atletik antarpelajar lantaran pencapaiannya dinilai paling tinggi di sekolah.

Tak disangka-sangka Suryo berhasil menjadi yang terbaik dalam ajang tersebut. Dia bersama para juara lainnya lantas dikumpulkan oleh Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kota Solo untuk ikut di suatu klub atletik pelajar di daerah tersebut. Suryo pun mulai berlatih atletik lebih lanjut di klub tersebut.

"Latihannya setiap Senin, Rabu, dan Jumat. Latihannya itu bentrok sama latihan sepak bola saya," ungkapnya.

Menekuni dua olahraga sekaligus membuat fokus Suryo kala itu belum jelas. Terkadang dia berlatih bola, namun ketika bosan mengejar si kulit bundar, dia beralih ke atletik. Termasuk ketika ada seleksi Pekan Olahraga Pelajar Daerah (Popda) Jawa Tengah (Jateng) tahun 2000, Suryo berkeinginan mengikuti seleksi untuk dua olahraga tersebut, padahal hal tersebut tidak diperkenankan.

"Dispora Solo tahu, lalu saya disuruh memilih karena saya enggak bisa ikut dua-duanya. Saya harus memilih salah satu, sepak bola atau atletik," ujar Suryo.

Pilihan tersebut lantas membuatnya bimbang. Di satu sisi dia suka bermain sepak bola. Namun di sisi lain, atletik telah memberinya prestasi. Pada akhirnya, pilihan Suryo jatuh pada atletik. Alasannya bungsu dari lima bersaudara ini tak mau kembali mengalami kegagalan dalam seleksi.

Usut punya usut, sebelumnya Suryo telah dua kali mengikuti seleksi pemain sepak bola senior. Meskipun kala itu usianya baru 17 tahun. Seleksi yang diikuti yaitu seleksi pemain senior Persis Solo dan seleksi pemain Piala Mendagri untuk Jateng. Sayang kedua seleksi itu tak berbuah manis, Suryo gagal.

"Setelah dua kali gagal di seleksi sepak bola tadi, saya tidak mau gagal ketigakalinya. Akhirnya saya memutuskan ikut atletik," putusnya.

Di atletik, Suryo bukan hanya mengikuti seleksi lompat tinggi, melainkan juga lari 100 meter. Pasalnya dia dinilai memiliki kecepatan pada nomor jarak pendek tersebut. Suryo pun lolos dan berangkat ke Stadion Jatidiri Semarang membawa nama Kota Solo.

Di Semarang, pilihan Suryo untuk terjun di atletik terbukti benar. Dia berhasil meraih medali emas untuk dua nomor yang diikutinya, lompat tinggi dan lari 100 meter. Yang lebih membanggakan, prestasi tersebut diraih Suryo dengan mengalahkan atlet-atlet dari Banyumas dan Jepara, yang keduanya merupakan binaan sekolah atlet Ragunan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: