Pria Asal Solo Ini Jadi Manusia Tercepat di Asia Tenggara, Berikut Kisahnya
Suryo Agung Wibowo--
"Padahal saya masih belum latihan intens. Persiapan Popda itu latihan seminggu tiga kali, kalau hujan enggak latihan. Tetapi alhamdulillah bisa menang," cerita Suryo.
BACA JUGA:Jangan Pilih Pemimpin yang Gunakan Agama sebagai Alat Politik
BACA JUGA:Daftar Lengkap 24 Negara Peserta Piala Dunia U-17 2023, Menanti Calon Lawan Timnas
Dia mengenang, setelah finis 100 meter, pelatih atletik dari Pemusatan Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) Jateng menghampirinya. Data Suryo dicatat, lantas dua pekan kemudian dia mendapat tawaran untuk ikut dalam kejuaraan nasional (Kerjurnas) Junior di Stadiom Madya Senayan.
Tawaran itu langsung diiyakan saja oleh Suryo. Padahal biaya akomodasi dan transportasi mesti ditanggungnya sendiri. Lantaran kala itu tim Jateng sudah terbentuk. Suryo lantas meminta surat pengantar dari Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PASI) Jateng dan menyampaikan niatnya ke sekolah. Pihak sekolah mendukung dan memberinya uang saku yang lantas digunakan untuk berangkat ke Jakarta.
"Saya dijanjikan sama pelatih Jawa Tengah, kalau bisa lari di bawah 11,20 detik, maka per januari 2001 saya masuk PPLP persiapan Popnas (Pekan Olahraga Pelajar Nasional, Red.) Palembang di bulan Juli," kata Suryo.
Janji tersebut menjadi motivasinya untuk meraih hasil terbaik. Hasilnya, pada lari pertamanya Suryo mencatat torehan waktu 11,11 detik. Meski tiket masuk PPLP Jateng sudah di genggaman, tak mengendurkan semangat Suryo untuk meraih yang terbaik. Dia pun menyelesaikan lomba hingga masuk ke babak final dan finis peringkat lima Kejurnas Junior mengalahkan beberapa atlet binaan Ragunan.
Per Januari 2001, sesuai yang dijanjikan, Suryo masuk ke PPLP persiapan Popnas. Saat akhirnya turun di Popnas Palembang, Juli 2001, dia sukses membawa pulang medali emas nomor lari 100 meter. Suryo pun merasa bersyukur lantaran awal kariernya begitu moncer, yang membawanya lulus Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) masuk Universitas Negeri Semarang (Unnes) Semarang.
Dari situ serangkaian prestasi kembali ditorehkan Suryo dalam kejuaraan-kejuaraan yang diikutinya. Dimulai dari torehan medali perak di Kejurnas Junior 2001, di awal 2002 dirinya dipanggil Pelatnas Junior jangka panjang di Purwokerto. Tiga bulan berlatih di sana, Suryo kembali menggebrak tatkala turun di Kejurnas Umum bulan Juli berhadapan dengan para atlet kelas senior, meraih emas lari 100 meter.
"Semua pada kaget saya dapat medali emas mengalahkan para atlet senior. Padahal usia saya masih junior," terangnya.
Prestasi mengagumkan itu membawa Suryo dikirim ke Thailand untuk pertama kalinya mengikuti Kejuaraan Junior Asia. Dalam debutnya itu, medali perak sukses dibawa pulang ke tanah air. Berada di bawah atlet Tiongkok, pencapaian Suryo terbilang mengejutkan. Karena di kejuaraan ini sebelumnya Indonesia tidak pernah menang.
Tahun 2002 menjadi tahun terakhir Suryo berlaga di Kejurnas Junior. Dalam kesempatan pemungkasnya itu, dia berhasil menyapu bersih emas nomor lari 100 meter dan lari 200 meter. Jenjang senior pun mulai ditapakinya, membawanya berangkat ke SEA Games 2003 dengan prestasi medali perunggu nomor lari estafet.
Suryo baru saja memulai kariernya di kelas senior ketika cedera yang tak disangka-sangka akhirnya menyatroninya. Sepekan sebelum berangkat ke Pekan Olahraga Nasional (PON) 2004 Palembang, dia mengalami cedera hamstring. Untuk pertama kalinya Suryo nirprestasi. Tahun itu pun menjadi tahun terburuknya selama berkarier di atletik.
"Saya lari tetapi tidak dapat hasil. Karena memang cedera," imbuh Suryo.
Tak mau berlama-lama dalam kesedihan, Suryo mulai menata kembali kariernya di 2005 dan mencatatkan medali perunggu 100 meter. Barulah dua tahun kemudian, perjuangannya bangkit dari keterpurukan akhirnya terbayarkan di SEA Games 2007. Suryo menjadi pembuka perolehan medali emas Indonesia di ajang olahraga se-Asia Tenggara tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: