Waspadai 3 Macam Penyakit Hati di Era Digitalisasi
dok_network--
RAKYATBENTENG.COM - Era digitalisasi sangat erat kaitannya dengan yang namanya sosial media. Semua aspek seperti sosial, ekonomi, kebudayaan, politik, dan lain-lain dapat diakses di sosial media dengan sangat mudah.
BACA JUGA:7 Keistimewaan Angka 7 dalam Islam
BACA JUGA:Syekh Ini Jadi Wali Quthub Berkat Kesabarannya Hadapi Istri yang
Sosial media yang marak digunakan oleh masyarakat yakni Instagram, Whatsapp, Facebook, Twitter, Youtube, dan lain sebagainya. Tentu saja dengan adanya hal ini, masyarakat merasa sangat dimudahkan dalam menuangkan ide-ide kreativitas, interaksi, dan bahkan tak jarang mereka bekerja di sosial media. Dalam sudut pandang ekonomi dan sosial adanya sosial media sangat berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi dan relasi sosial. Lantas, bagaimana dalam perspektif Agama Islam?
Important Issue
Dalam perspektif Islam kemunculan sosial media memang dapat menjadi sebuah media dakwah yang efisien. Akan tetapi, mengingat bahwa syaithon adalah musuh yang nyata bagi manusia seperti yang Allah sampaikan di dalam Al-Qur'an yang berbunyi, "Sungguh, setan itu musuh bagimu, maka perlakukanlah ia sebagai musuh, karena sesungguhnya setan itu hanya mengajak golongannya agar mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala". (QS. Faatir (35:6). Oleh karenanya, setan akan senantiasa memiliki siasat untuk menjerumuskan manusia ke dalam hal-hal yang Allah tidak senangi atau bahkan membuat Allah Ta'ala murka. Bagi siapa saja yang lengah dan tidak mempunyai keteguhan iman dan taqwa, maka sangat akan rentan terperosok ke dalam tipu muslihatnya.
Sosial media selain dapat menjadi media dalam dakwah, fitur teknologi ini pun dijadikan sebagai wadah kemaksiatan yang tidak kita sadari. Penyimpangan tersebut dinamakan sebagai penyakit hati. Banyak sekali umat manusia yang menjadi korban kemungkaran ini. Biasanya penyakit hati ini menyerang kepada content creator maupun warganet atau yang sering dikenal dengan sebutan netizen.
Macam-Macam Penyakit Hati
Dalam kacamata Islam, penyakit hati mengandung beberapa sifat buruk atau perilaku yang tercela (al-akhlaq al mazmumah). Menurut Muhammad as-Syarqawi dalam kitabnya Nahw 'Ilmiah Nafsi membagi penyakit hati menjadi sembilan bagian, yaitu: pamer (riya), marah (al-ghadab), lalai dan lupa (al-ghaflah wan nisyah), was-was (al-was-wasah), frustasi (al-ya's), rakus (tama'), terperdaya (al-ghurur), sombong (al-'ujub), dengki dan iri hati (al-hasd wal hiqd). Akan tetapi, dalam konteks persoalan ini hanya membahas sebagian penyakit hati saja, di antaranya sebagai berikut:
• HASAD (IRI DAN DENGKI):
Hasad merupakan perasaan tidak senang melihat seseorang yang telah mendapatkan kenikmatan dari Allah Swt baik itu berupa kesuksesan, kekayaan, kedudukan, dan lain sebagainya. Pelaku dari perbuatan ini biasanya memiliki rasa iri hati yang berlebih, karena hasad sudah satu paket dengan penyakit iri hati. Ironisnya hasad ini tidak hanya sebatas tidak suka dengan keberhasilan orang lain, bahkan ia pun akan melakukan berbagai cara agar orang tersebut tidak lagi mendapatkan kenikmatan dari Allah Swt melalui kekerasan, perampokan, dan kriminalitas lainnya. Maka dari itu, Allah Swt dan Rasulullah Saw melarang sangat keras di dalam Al-Qur'an dan Hadits Nabi Saw yang berbunyi:
Artinya: "Janganlah kamu berangan-angan (iri hati) terhadap apa yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. Bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan dan bagi perempuan (pun) adabagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala sesuatu". (QS. An-Nisa (4:32)
Rasulullah Saw bersabda: "Jauhkanlah dirimu dari hasad, karena sesungguhnya hasud itu memakan kebaikan-kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar". (HR. Abu Dawud).
• RIYA (PAMER)
Riya ialah mengerjakan suatu perbuatan kebaikan, baik itu ibadah maupun muamalah yang ditujukan agar mendapatkan pujian, sanjungan, dan pengakuan dari manusia. Biasanya orang akan memamerkan harta kekayaannya guna mencari perhatian sehingga muncul yang namanya pujian dan pengakuan dari masyarakat. Contohnya yaitu, seseorang hartawan yang melakukan sedekah dengan menunjukkan nominal uang yang sangat besar dan dikontenkan dalam sosial media. Dalih-dalih beramal sholih, namun realitanya hanya untuk menambah subscribers, followers, view, and likes saja. Simpelnya orang-orang yang melaksanakan riya ini beramal sholih hanya sebatas pencitraan saja, menjadikan manusia sebagai tujuan utama bukan mengharapkan ridho Allah semata. Bahkan orang-orang seperti itu tergolong orang yang rugi, dikarenakan ia tidak memperoleh apapun dari kebaikan yang dilakukannya, seperti yang telah disampaikan di dalam QS. Al-Baqarah ayat 264 yang berbunyi:
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, jangan membatalkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena riya (pamer) kepada manusia, sedangkan dia tidak beriman kepada Allah dan hari Akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu licin yang di atasnya ada debu, lalu batu itu diguyur hujan lebat sehingga tinggallah (batu) itu licin kembali. Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan. Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum kafir". (QS. Al-Baqarah (2:264).
SUUDZON
Suudzon adalah sebuah perbuatan prasangka buruk kepada orang lain, keadaan, peristiwa, bahkan kepada Allah sekaligus. Akan tetapi, prasangka buruk dalam hal ini lebih ditekankan kepada orang lain. Misalkan contohnya: Ada seorang tokoh terkenal yang memposting bahwa ia sedang sakit parah dan membutuhkan bantuan dana dari followersnya. Tetapi respon masyarakat malah justru menganggap bahwa itu hanya sebuah gimmick atau berpura-pura agar dirinya bisa tersorot lagi di dunia maya. Hal ini tentunya tidak dibenarkan oleh syariat Islam karena sesuatu yang belum diketahui secara pasti kebenarannya, lalu ada orang yang mengatakan keburukan kepada orang tersebut, maka itu termasuk suudzon. Allah Swt melarang secara tegas dan lugas aksi suudzon ini di dalam QS. Al-Hujurat ayat 12 yang berbunyi:
Yang artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang". (QS. Al-Hujurat (49:12).
Dalam hal ini Rasullah Saw pun dalam haditsnya melarang perbuatan prasangka buruk ini, beliau bersabda: "Allah mengharamkan (penumpahan) darah dan (pengambilan) harta umat Islam, serta berburuk sangka terhadapnya". (HR. Baihaqi dan Ibnu Majah).
Itulah ketiga jenis penyakit hati yang sering dilakukan oleh masyarakat dalam menggunakan media sosial. Tentunya jika hal ini terus menerus dilakukan dan tidak bertaubat hingga ia wafat, maka akan termasuk ke dalam golongan orang-orang kafir atau orang yang tidak mengikuti petunjuk Allah Swt karena hatinya tertutup oleh penyakit hati tersebut, na'udzubillah tsumma na'udzubillah. Hal tersebut dirumuskan di dalam Al-Qur'an Surat At-Taubah ayat 125 yang artinya: "Dan adapun orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit, maka (dengan surat itu) akan menambah kekafiran mereka yang telah ada dan mereka akan mati dalam keadaan kafir".
Lantas, bagaimana cara merawat hati dengan baik agar terhindar dari yang namanya penyakit hati? Cara pertama yakni dengan menganalisis kebenarannya terlebih dahulu jika menerima sebuah informasi yang bersumber dari tayangan-tayangan media sosial. Hal ini bertujuan supaya mencegah prasangka buruk yang muncul pada kalangan warganet. Seperti yang diuraikan dalam QS. Al-Hujurat ayat 6 yang artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu". Yang kedua dengan cara rutin membaca Al-Qur'an, sebagaimana yang dipaparkan di QS. Yunus ayat 57 yang artinya: "Wahai manusia! Sungguh, telah datang kepadamu pelajaran (Al-Qur'an) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada, dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman". Yang terakhir dengan melalui cara perbanyak membaca dzikir kepada Allah Swt, seperti mana yang dibentangkan di dalam QS. Ar-Ra'd ayat 28 yang artinya: "(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram".
Hati yang tenteram dan tenang akan mudah menerima datangnya petunjuk berupa rahmat dari-Nya. Dalam pernyataan lain yang disampaikan oleh Syekh Ibrahim Al-Khawash bahwa obat hati diklasifikasikan menjadi lima perkara yakni: membaca al-Qur'an disertai perenungan, rutin melakukan puasa, dirikanlah sholat malam, menyembunyikan diri di hadapan Allah pada akhir malam (berdzikir dan bermuhasabah), dan bergaul dengan orang-orang yang sholih.
Kesimpulan
Di era kontemporer ini memang semua serba bisa dan serba mudah untuk melakukan hal apapun. Hanya bermodalkan handphone dan perangkat lainnya, pengguna dapat mengakses media sosial sesuai dengan kepentingannya masing-masing. Sebetulnya hal tersebut memberikan pengaruh positif bagi aspek perekonomian keluarga, karena banyak orang yang tadinya tidak bekerja, kini bisa menghasilkan uang dengan menjadi konten kreator. Namun, mengingat bahwa dunia merupakan tempatnya godaan dan ajakan syaithon untuk melakukan kemaksiatan yang akan menjadi sebagai ujian keimanan dan ketaqwaan seluruh umat Muslim. Maka tak jarang umat Muslim yang terperosok oleh rayuan manis syaithon, sehingga mereka menyalahgunakan sosial media kepada hal-hal yang dilarang oleh syariat Islam, salah satunya penyakit hati ini.
Sudah menjadi kewajiban kita semua sebagai umat Muslim untuk saling mengingatkan satu sama lain. Ayat-ayat al-Qur'an, hadits Nabi Saw, dan nasihat-nasihat para 'ulama menjadi instrumen untuk menyadarkan masyarakat pada perkara penyakit hati ini. Jika dilema ini terus dibiarkan akan memunculkan banyaknya konflik yang mengakibatkan hilangnya ketenteraman dan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat. "Perbuatan yang baik, jika diawali dengan niat yang buruk akan berakhir dengan keburukan pula. Sedangkan, perbuatan yang baik akan berakhir dengan hal-hal baik pula, jika diawali dengan niat yang baik". Jadilah warganet yang cerdas dan bijak, agar mampu menguatkan dan menjaga ukhuwah Islamiyah, insaniyah, dan wathaniyah. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: