Batik Indonesia Terkenal di Mata Dunia Sejak Era Soekarno, Dikenalkan Dalam Buku Thomas Stamford Raffles

Batik Indonesia Terkenal di Mata Dunia Sejak Era Soekarno, Dikenalkan Dalam Buku Thomas Stamford Raffles

Pembuatan batik di Indonesia pada masa lampau secara tradisional.--

Batik Indonesia Terkenal di Mata Dunia Sejak Era Soekarno, Dikenalkan Dalam Buku Tulisan Thomas Stamford Raffles

 

RAKYATBENTENG.COM – Hari Batik Nasional ditetapkan pada 2 Oktober 2023. Batik yang merupakan ciri khas karya anak bangsa Indonesia ini sudah menjadi catatan penting di mata dunia. Warisan budaya tak benda ini masuk dalam catatan UNESCO beberapa tahun lalu. Terkenal di mata dunia sejak era Presiden Soekarno dan diperkenalkan dalam terbitan buku "The History of Java" karya Thomas Stamford Raffles pada tahun 1817.

 

Soekarno, menjadi salah satu tokoh yang memiliki kontribusi besar dalam popularitas batik di tingkat internasional. Tak salah dirinya disebut sebagai Pahlawan Batik. Batik tidak hanya mencerminkan budaya lokal dan sejarah daerah beberapa wilayah di Indonesia seperti Yogyakarta, Solo, Pekalongan, dan lainnya, tetapi juga menjadi simbol identitas nasional Indonesia.

BACA JUGA:Dinobatkan WHO Pohon Keajaiban karena Miliki Segudang Manfaat Menakjubkan, Pohon Ini Banyak Tumbuh di Sekitar

 

Dilansir dari laman https://indonesia.go.id/, Batik bukan hanya kain tradisional Nusantara, tetapi juga kerajinan asli yang dapat ditemukan di berbagai wilayah Indonesia, dari Jawa hingga Sumatra dan Kalimantan. Lebih dari 23 provinsi di Indonesia memiliki batik dengan corak khasnya sendiri.

 

Popularitas batik di dunia telah melalui proses sejarah panjang. Batik mulai dikenal dunia sejak terbitnya buku "The History of Java" karya Thomas Stamford Raffles pada tahun 1817. Namun, pemahaman yang lebih komprehensif tentang batik muncul setelah risalah "De Batik-kunst In Nederlandsch-indie En Haar Geschiedenis" karya dua antropolog Belanda, GP Rouffaer dan HH Juynboll, diterbitkan pada tahun 1899.

BACA JUGA:Hari Batik Nasional, Jokowi Resmikan Kereta Cepat Jakarta-Bandung Whoosh, Waktu Tempuh Hanya 45 Menit

 

Menurut Denys Lombard, kerajinan batik sebagai prototipe industri mulai muncul di Jawa pada paruh kedua abad ke-19. Dalam perkembangannya, batik telah bertransformasi menjadi industri modern dan menjangkau pasar global.

 

Bukti dari popularitas batik di dunia dapat dilihat dari berbagai desainer terkenal yang menggunakan batik dalam karya-karya mereka, seperti Oscar Lawalata, Denny Wirawan, Edward Hutabarat, Iwan Tirta, dan Ghea Panggabean. Bahkan desainer internasional seperti Dries van Noten dan Nicole Miller juga menggabungkan motif batik dalam koleksi mereka.

BACA JUGA:Terungkap! Ini Resep Panjang Umur Ala Orang Jepang, Salah Satunya Berhenti Makan Sebelum Kenyang

 

Selain itu, selebriti dunia seperti Paris Hilton, Julia Roberts, Rachel Bilson, Rob Halford dari Judas Priest, dan bahkan Bill Gates dari Microsoft pernah terlihat mengenakan batik. Ini tidak hanya meningkatkan popularitas batik di pasar domestik, tetapi juga meningkatkan ekspor batik Indonesia, terutama ke Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa.

 

Presiden Soeharto memiliki peran penting dalam mengangkat popularitas batik. Keputusan Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, pada tahun 1972 untuk menjadikan batik sebagai pakaian resmi untuk pria di wilayah DKI Jakarta juga berpengaruh besar. Ini memperkuat citra batik sebagai simbol budaya dalam pencarian identitas nasional.

 

Selanjutnya, Presiden Soeharto mengambil langkah-langkah yang lebih lanjut dengan mengintegrasikan batik ke dalam identitas nasional, termasuk sebagai pakaian wajib PNS. Selama kunjungan tamu kenegaraan, batik sering digunakan sebagai cinderamata. Beberapa momen penting termasuk kunjungan Presiden AS Ronald Reagan ke Bali pada tahun 1986, pemberian cinderamata batik kepada Nelson Mandela pada tahun 1990, dan KTT APEC tahun 1994 di mana batik menjadi dress code.

BACA JUGA:Sumur Mulai Mengering, Masyarakat Terpaksa Tempuh 2 Km untuk Dapatkan Air Bersih

 

Presiden SBY melanjutkan upaya pengakuan batik sebagai warisan budaya dengan mengusulkan batik masuk dalam daftar World Heritage UNESCO. Keberhasilan ini memicu Presiden SBY untuk menetapkan tanggal 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional.

 

Presiden Joko Widodo juga mendukung warisan batik dengan mengenakan batik dalam berbagai forum internasional, termasuk KTT APEC dan Annual Meeting IMF – World Bank. Puncaknya, "diplomasi batik" digunakan dalam sidang DK PBB di New York, di mana batik diangkat sebagai dress code untuk menghormati Indonesia selaku Presidensi DK PBB.

 

Secara keseluruhan, perkembangan batik mencerminkan fenomena "glokalisasi," yaitu perpaduan antara global dan lokal yang membentuk budaya batik kontemporer sebagai bagian dari identitas budaya global. Batik tidak hanya menjadi identitas nasional, tetapi juga simbol dari budaya Indonesia yang dihargai di seluruh dunia.

BACA JUGA:Cara Membuat Air Jahe di Rumah dan Rasakan Kedahsyatan Manfaatnya Bagi Tubuh

Melanjutkan perjalanan perkembangan batik, penting untuk dicatat bahwa fenomena "glokalisasi" dalam budaya batik kontemporer merupakan bukti sinergi yang menguntungkan antara elemen global dan lokal. Di dunia yang semakin terhubung dan saling bergantung, budaya batik telah berhasil menjaga akar tradisionalnya sambil menyesuaikan diri dengan tren global.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: