Putra Minangkabau Ini Pernah Menjabat Presiden RI dan Berjasa dalam Pendirian UGM

Putra Minangkabau Ini Pernah Menjabat Presiden RI dan Berjasa dalam Pendirian UGM

Mr. Assaat_anridok--

RAKYAT BENTENG.COM - Selain Syafruddin Prawiranegara, ada satu tokoh lagi yang namanya tidak tercatat secara resmi dalam sejarah sebagai Presiden Negara Republik Indonesia (RI).

Ia adalah Mr. Assaat, pemangku jabatan Presiden RI yang tergabung dalam Republik Indonesia Serikat (RIS). Posisi Mr. Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden berlangsung selama 9 bulan, yaitu dari tanggal 27 Desember 1949 hingga 15 Agustus 1950.

Siapakah sosok Mr. Assaat dan seperti apa sejarahnya hingga bisa menduduki jabatan Presiden, berikut ulasannya dikutip dari laman kebudayaan.kemdikbud.go.id

Indonesia pernah mengalami masa pemerintahan yang dinamakan RIS pada tahun 1949. Saat itu RIS dipimpin oleh Soekarno sebagai Presiden RIS dan Mochammad Hatta sebagai Perdana Menterinya sedangkan Mr. Assaat sebagai Presiden RI.

Mr. Assaat sendiri lahir di Agam Dalam, Sumatera Barat pada tanggal 18 September 1904. Pendidikan awal Mr. Assaat dimulai dari sekolah agama Adabiah di Padang kemudian melanjutkan pendidikan ke MULO Padang. Setelah itu, ia pindah ke Batavia dan melanjutkan studinya ke STOVIA.

Namun karena ia tidak merasa cocok sebagai seorang dokter maka beliau keluar kemudian melanjutkan kembali ke AMS. Setelah lulus dari AMS, ia melanjutkan pendidikannya dengan masuk ke sekolah hukum – RHS ( Rechts Hoge School). Selama bersekolah di RHS, Mr. Assaat aktif dalam organisasi pergerakan pemuda.

Hal ini diketahui oleh pemerintahan Hindia Belanda dan juga pihak sekolah, akibatnya meskipun dia telah berulang kali mengikuti ujian akhir kelulusan namun pihak sekolah tidak pernah memberikan kelulusan kepadanya.

Kondisi ini membuat Mr. Assaat kesal sehingga beliau berhenti dari RHS dan melanjutkan studi di bidang hukum ke Belanda di Universitas Lieden. Setelah menempuh studi hukum di Belanda, beliau akhirnya mendapat gelar Mr. (Meester in de Rechten) atau Sarjana Hukum.

BACA JUGA:Diplomasi Rokok Kretek Ala The Grand Old Man di Konferensi Meja Bundar

Adapun Pemangku Jabatan/Acting Presiden RI diamanahkan kepada Mr. Assaat karena secara konstitusi ia  adalah ketua Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP – KNIP) yang pada masa pemerintahan RI dan sebelum bergabung ke dalam RIS masih dipegang oleh Soekarno. Kondisi Republik Indonesia setelah mengakui perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) pada Desember 1949 membuat bentuk Indonesia menjadi 16 negara bagian yang tergabung dalam Republik Indonesia Serikat, salah satu Negara tersebut terdapat Negara Republik Indonesia yang memiliki wilayah di Yogyakarta.

BACA JUGA:Menolak Lupa! Indonesia Pernah Dipimpin Presiden Selama 207 Hari, Ini Dia Sosoknya

Perubahan bentuk negara ini turut  mengubah pucuk pimpinan di Indonesia. Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta ditunjuk sebagai Presiden dan Perdana Menteri dari RIS sehingga terjadi kekosongan pimpinan untuk pemerintahan RI.

Maka menurut konstitusi yang ada, jika Presiden dan Wakil Presiden berhalangan dalam memimpin maka semua tanggung jawab dipegang oleh Ketua BP – KNIP, cikal bakalnya DPR RI sekarang. Mr. Assaat yang pada waktu itu menjabat sebagai Ketua BP – KNIP ditunjuk sebagai pemangku jabatan Presiden RI.

Pelantikan Mr. Assaat sebagai acting Presiden RI dilakukan di Istana Kepresidenan Yogyakarta pada 27 Desember 1949. Upacara pelantikan itu dipimpin langsung oleh Soekarno.

Tak hanya penyerahan mandat, pada sidang tahun 1949 itu, BP - KNIP secara resmi mengumumkan pemberhentian Soekarno dan Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI dan penyerahan kedaulatan RI kepada RIS.

Mr. Assaat kemudian membentuk pemerintahan yang berkedudukan di Yogyakarta. Sejumlah tokoh pun turut membantunya menjalankan tugas.

Mr. Assaat selama memimpin pemerintahan RI telah berjasa dalam menandatangani statuta pendirian Universitas Gadjah Mada (UGM). UGM jua menjadi warisan Mr. Assaat yang paling berharga. Sebab tanpa campur tangan Mr. Assaat, UGM mungkin tidak berada di Yogyakarta.

Dikutip dari sumber lain, kisahnya berawal ketika Republik Indonesia sudah pulih dan aktivitas ibu kota akan kembalikan lagi ke Jakarta, ada usul UGM juga ikut dipindahkan.

Alasannya dengan kembalinya ibu kota ke Jakarta maka dikhawatirkan perkembangan universitas pertama di Indonesia tersebut tidak akan seperti diharapkan karena Yogyakarta menjadi kota kecil.

Namun, Mr. Assaat selaku Presiden saat itu teguh pada pendiriannya bahwa UGM harus tetap di Yogyakarta. Sehari menjelang deklarasi terbentuknya Negara Kesatuan RI, keluarlah Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1950 tertanggal 14 Agustus 1950 yang mengatur keberadaan UGM.

Mr. Assaat tutup usia pada tanggal 16 Juni 1976 di rumahnya yang sederhana di Warung Jati, Jakarta Selatan dalam usia 72 tahun.(tim)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: