Dugaan Politik Uang Pilkades di Desa Bergelar Anti Politik Uang, Pakar Hukum UIN Angkat Bicara

Dugaan Politik Uang Pilkades di Desa Bergelar Anti Politik Uang, Pakar Hukum UIN Angkat Bicara

Peresmian Desa Sidodadi oleh Bawaslu sebagai Desa Anti Politik Uang di Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun 2020 Lalu--

RAKYAT BENTENG.COM - Sengketa Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) di Desa Sidodadi, Kecamatan Pondok Kelapa yang dipicu dugaan praktik Money Politic (MP) atau politik uang tak hanya menjadi sorotan publik di Kabupaten Bengkulu Tengah (Benteng) namun juga mengundang perhatian pakar hukum dari Kota Bengkulu. 

Bagaimana tidak? dari 19 desa yang menyelenggarakan pilkades di hari yang sama, Senin 22 Mei 2023, hanya di Desa Sidodadi yang ternoda oleh dugaan kecurangan oknum dan terpublis secara masif baik di media cetak maupun online. Di sisi lain, untuk diketahui bahwa pada tahun 2020 lalu, Sidodadi dinobatkan sebagai desa Anti Politik Uang (APU) oleh Bawaslu

Ade Kosasih, S.H., M.H. pakar Hukum Administrasi Negara dari UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu mengungkapkan bahwa politik uang dalam pilkades merupakan tindakan tidak terpuji dan akan memberikan contoh pembelajaran demokrasi yang buruk bagi masyarakat yang bertentangan dengan azas jujur dan adil. 

BACA JUGA:Belum Nyerah, 4 Cakades Ini Bakal Tempuh Jalur Hukum Didampingi

"Bahkan lebih parahnya lagi ini adalah merupakan tindak pidana kejahatan. Jika memang ditemukan indikasi adanya politik uang, Pemda tidak boleh membiarkan. Pembiaran terhadap suatu kesalahan yang notabene termasuk kualifikasi kejahatan, itu sama saja dengan kejahatan itu sendiri. Pemda harus berani mengambil sikap yang obyektif dan imparsial. Oleh karena itu, Pemda harus melakukan investigasi," jelas Ade Kosasih.

BACA JUGA:Lintasan Liku Sembilan Bengkulu Tengah Rawan Kecelakaan, Cek Faktanya di Sini

"Jika memang terbukti, maka Pemda harus berani menjatuhkan sanksi administratif terhadap calon yang bersangkutan serta menganulir dan membatalkan hasil pilkades tersebut. Bila perlu dilakukan pemilihan ulang, tentu saja tanpa keikutsertaan calon yang curang tadi sebagai sanksi administratifnya. Namun jika itu tidak memungkinkan bisa mencari alternatif solusi lainnya, misalkan calon peraih suara terbanyak nomor 2 ditetapkan langsung sebagai calon terpilih," urai Ade Kosasih.

Lebih lanjut Ade Kosasih menyampaikan bahwa setiap suksesi kepemimpinan hendaknya dilakukan secara fair agar memperoleh legitimasi dan dukungan dari masyarakat. Pemimpin yang dibutuhkan oleh masyarakat saat ini tidak hanya mengandalkan figuritas dan popularitas namun juga harus memiliki moral yang baik, memiliki kemampuan leadership yang baik dan juga memiliki kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugas administratif, serta memiliki visi dan wawasan yang luas untuk membangun masyarakat.(sir3)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: