Bukan Seremonial, Ini Cara Nyata Merayakan Semangat Kartini

Tujuannya jelas: membuka pintu dunia luar bagi kaum perempuan agar tak hanya terkurung dalam urusan domestik.

BACA JUGA:Update Harga BBM Pertamina, Shell, Vivo, dan BP Terbaru, Berlaku untuk Seluruh SPBU di Indonesia

Namun hidup Kartini tidak berjalan mulus. Pada usia 24 tahun, ia menikah dengan Bupati Rembang, meski sebelumnya berharap untuk tetap melajang.

Dalam pernikahan itu, ia tetap berpegang teguh pada cita-citanya dengan mengajar dan merawat anak-anak tirinya. Dalam diam, ia tetap menentang praktik poligami dan sistem patriarki yang membatasi perempuan.

Kartini wafat pada 17 September 1904, empat hari setelah melahirkan anak pertamanya, R.M. Soesalit.

BACA JUGA:Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji Indonesia Tahun 2025, Masuk Asrama Hingga Terbang ke Tanah Suci

Meski hidupnya singkat, warisannya tak lekang oleh waktu. Gagasan-gagasannya yang dituangkan dalam buku Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang) terus menjadi sumber inspirasi.

Kartini dalam Wajah Perempuan Masa Kini

Saat ini, Kartini hidup dalam semangat perempuan Indonesia yang terus bergerak maju menjadi ilmuwan, pemimpin, guru, tenaga medis, politisi, dan penggerak masyarakat.

Perempuan masa kini bukan lagi hanya penjaga dapur, sumur, dan kasur. Mereka adalah pilar perubahan yang membawa dampak nyata dalam pembangunan bangsa.

BACA JUGA:Makin Mudah dan Inklusif! Super App BRImo Kini Hadir dalam Dua Pilihan Bahasa, Cocok untuk Semua Nasabah

Perjuangan perempuan belum usai. Masih banyak ruang yang perlu diisi, terutama dalam melawan kekerasan berbasis gender, menciptakan lingkungan yang setara, dan memastikan setiap perempuan memiliki hak yang sama untuk bermimpi dan menentukan arah hidupnya.

Selamat Hari Kartini 2025!

Untuk seluruh perempuan Indonesia, teruslah melangkah dengan berani. Jadilah Kartini masa kini yang tak hanya dikenang, tapi juga menginspirasi dan mengubah dunia. (**)

Sumber: