Payment ID Batal Rilis, Ini Alasan Bank Indonesia Menundanya

Payment ID Batal Rilis, Ini Alasan Bank Indonesia Menundanya

--

RAKYATBENTENG.COM - Rencana besar Bank Indonesia (BI) untuk memperkenalkan sistem pembayaran anyar Payment ID pada peringatan HUT RI ke-80, 17 Agustus 2025, mendadak batal. Alih-alih meluncur, BI justru membuat publik terkejut dengan keputusan penundaan tersebut.

Menurut Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP) BI, Dicky Kartikoyono, langkah ini diambil lantaran Payment ID masih membutuhkan serangkaian uji coba.

“Payment ID belum diluncurkan karena masih dalam tahap sandbox dan piloting. Uji coba pertama rencananya dilakukan September di Banyuwangi, lewat program bansos non-tunai,” jelas Dicky di Jakarta, Selasa (19/8/2025).

Padahal, sistem Payment ID sempat digadang sebagai terobosan baru. Teknologi ini menggabungkan NIK dan ID transaksi untuk mencatat seluruh aktivitas pembayaran, baik melalui bank maupun e-wallet. Dengan konsep tersebut, Payment ID diyakini bisa memperkuat pengawasan transaksi sekaligus meminimalkan potensi fraud.

Namun, di balik itu, muncul pula sorotan soal privasi. Para pengamat menilai Payment ID berisiko membuka ruang bagi otoritas untuk mengakses data keuangan pribadi masyarakat.

Hal ini turut diakui Deputi Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Dudi Dermawan. Menurutnya, peluncuran pada 17 Agustus lalu sebenarnya hanyalah tahap pengenalan.

“Implementasi penuh tidak langsung, tapi dilakukan bertahap,” ungkap Dudi.

QRIS Ekspansi ke Jepang

Di tengah penundaan Payment ID, BI tetap menunjukkan gebrakan lain. Gubernur BI Perry Warjiyo meresmikan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) di Jepang, sebagai langkah memperluas ekosistem pembayaran digital Indonesia ke luar ASEAN.

“Sejak enam tahun diluncurkan, QRIS telah menjadi game changer pembayaran digital dengan 57 juta pengguna di Indonesia,” kata Perry.

Sorotan Keamanan Data

Meski penundaan Payment ID dianggap tepat, kalangan ekonom mengingatkan BI agar menaruh perhatian serius pada aspek keamanan data.

Direktur Pengembangan Big Data INDEF, Eko Listiyanto, menegaskan, integrasi transaksi digital di masyarakat sudah semakin dalam, sehingga jaminan keamanan data menjadi kebutuhan mendesak.

“Kalau tidak diperbaiki, masyarakat bisa kehilangan kepercayaan,” ujarnya.

Peringatan serupa juga datang dari Ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat. Menurutnya, Payment ID berbasis NIK memang punya banyak manfaat, salah satunya pengawasan tindak pidana keuangan. Namun, tanpa regulasi dan pengawasan independen, sistem ini bisa berubah menjadi alat pengawasan massal.

“Bayangkan kalau data transaksi disalahgunakan, dijual ke pihak swasta, atau dipakai untuk kepentingan politik. Itu bisa mengancam hak privasi masyarakat,” tegasnya. (**)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: