2. Penggumpalan Darah
Mengutip literatur "Pathogenesis of Hemorrhagic due to dengue virus" dari Indonesian Journal of Tropical and Infectious Disease, disebutkan bahwa ketika virus dengue bercampur dengan darah, maka sel imun tubuh akan bereaksi.
Reaksi yang dihasilkan adalah pengentalan darah melalui mekanisme koagulasi. Dalam jurnal yang sama juga, penggumpalan darah ini dapat menyebabkan penyumbatan pada organ tubuh dan memutus suplai darahnya.
Selain itu, banyak sel trombosit yang hilang selama proses pembekuan, sehingga dapat terjadi keping darah (trombositopenia). Kondisi ini bisa menyebabkan pendarahan pada organ dalam.
BACA JUGA:Rincian Tarif Tol Trans Sumatera setelah Didiskon 20 Persen, Berlaku Sampai Tanggal 19 April 2024
BACA JUGA:Gawat! Harga Minyak Dunia Naik Imbas Ketegangan Iran-Israel, Bagaimana Nasib BBM RI?
3. Gangguan Pernafasan Akut
Sebagaimana dijelaskan dalam Pedoman Dengue WHO, pada demam berdarah, darah mengalir dari pembuluh darah menuju rongga yang mengelilingi organ tubuh.
Salah satunya pada rongga yang menutupi paru-paru. Akumulasi air di rongga paru-paru disebut efusi paru. Kasus penumpukan cairan paru yang berhubungan dengan demam berdarah bisa berakibat fatal.
Menurut tinjauan literatur tahun 2020 di International Journal of Contemporary Medical Research, angka kematian di antara pasien demam berdarah Venezuela yang menderita penyakit paru-paru mungkin mencapai 70% dari seluruh kasus.
4. Gagal ginjal akut
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, gagal ginjal adalah tanda demam berdarah yang parah. Gagal ginjal bisa terjadi dalam jangka waktu singkat. Penyebabnya adalah berkurangnya aliran darah ke ginjal.
BACA JUGA:Heboh Aturan Ganti Seragam Sekolah, Ini Sosok Pencetus Warna Seragam Sekolah SD, SMP dan SMA
BACA JUGA:Catat, Jadwal Operasional Bank Mandiri, BRI, BNI dan BSI setelah Libur Lebaran
Kasus cedera ginjal akut lebih sering terjadi pada pasien demam berdarah lanjut usia, menurut Journal of Nephrology.
Orang yang menunjukkan tanda-tanda gagal ginjal akibat demam berdarah memiliki kemungkinan 33 hingga 60 persen lebih besar untuk meninggal, menurut data dari sebuah penelitian di Thailand.