Jaksa Periksa 14 Saksi

Jaksa Periksa 14 Saksi

KARANG TINGGI, RBt - Kasus dugaan penyelewengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2019 di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Bengkulu Tengah (Benteng) telah sampai tahap penyidikan. Berdasarkan informasi dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Benteng, 14 orang saksi telah diperiksa untuk dimintai keterangan. Kajari Benteng, Dr. Lambok Marisi Jakobus Sidabutar, SH, MH melalui Kasi Pidsus, Daniel Raja Philips Hutagalung, SH, MH mengatakan dana dipergunakan untuk program penempatan dan pemberdayaan tenaga kerja dan pembangunan infrastruktur dengan anggaran mencapai Rp 1.059.420.000. Adapun 14 saksi yang dimintai keterangan diantaranya 8 orang dari pihak ketiga, 2 orang penerima bantuan dan 4 orang Aparatur Sipil Negara (ASN). ‘’Sudah tahap penyidikan. Ada 14 orang yang dimintai keterangan. Dalam kasus ini ada indikasi penyelewengan uang negara dengan modus kegiatan fiktif dan kekurangan volume pembangunan,’’ ujar Daniel. Daniel menuturkan, dalam kasus ini terdapat pasal 2 dan 3 Undang-Undang tindak pidana korupsi dengan ancaman hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara atau hukuman seumur hidup. ‘’Kalau ancaman hukuman bisa seumur hidup penjara,’’ kata Daniel. Terpisah, Kajari Benteng, Dr. Lambok Marisi Jakobus Sidabutar, SH, MH menuturkan rinciannya anggaran dari data ini pihaknya mencoba melakukan penyelidikan dan pengecekan langsung dengan meminta bantuan dari tim teknis Dinas Pekerjaan dan Penataan Ruang (PUPR) Benteng. Alhasil, untuk jalan padat karya ditemukan adanya kekurngan volume dan ketikdaksesuan material pada Rancangan Anggaran Biaya (RAB). ‘’Ini proyek dari dana pusat tapi pengerjaannya dinas bersangkutan. Kami sudah cek dengan dibantu Dinas PUPR. Jadi jalan padat karya yang ditempatkan untuk 4 desa ada kekurangan volume. Ketidaksesuaian material. Salah satunya seperti harusnya dipasang sirtu malah telpord. Kasus sudah naik penyidikan dan segera ditetapkan tersangka,’’ ujar Lambok. Sementara, untuk tenaga kerja mandiri pola pendampingan diketahui seharusnya dilakukan pelatihan seabanyak 3 kali, namun kenyataan di lapangan hanya dilaksanakan 1 kali. Sehingga terdapat selisih uang transport peserta. Namun dalam pertanggungjawaban tetap tertera 3 kali pelatihan. ‘’Seharusnya tiga kali pelatihan. Ternyata pelatihan cuman 1 kali. Ada selisih uang transpor peserta tapi dipertanggungjawabkan tetap tiga kali,’’ pungkas Lambok.(fry)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: